allah maha mengetahui yang baik

Kadang-kadang ALLAH hilangkan sekejap matahari kemudian dia datangkan pula guruh dan kilat. Puas kita mencari di mana matahari, rupa-rupanya ALLAH ingin memberikan hadiah kepada kita pelangi yang indah

selamat datang di blog saya

tinggalkan pesan sebelum pergi

Selasa, 27 April 2010

AHMADIYYAH MENGHAPUS SUATU KESALAH PAHAMAN

Oleh: Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad a.s., Al-Masih yang Dijanjikan dan Mahdi

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang

Beberapa anggota dari jemaatku yang hanya memiliki pengetahuan sedikit mengenai pengakuan dan dalil-dalilku untuk mendukung mereka, serta tidak memiliki waktu untuk mempelajari tulisan-tulisanku dengan teliti dan juga tidak tinggal cukup lama bersamaku untuk menyempurnakan pengetahuannya, adakalanya mereka itu memberikan jawaban yang tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya terhadap tuduhan dari orang yang memusuhiku. Akibat yang tak terhindarkan adalah, meskipun mereka sedang berpijak pada jalan yang benar, mereka menderita pula penyesalan dan kehinaan


Baru-baru ini seorang Ahmadi dihadapkan pada suatu keberatan yang kurang lebih dikatakannya bahwa ia telah mengambil
bai’at kepada seseorang yang mengaku menjadi
nabi dan rasul

Ia menjelasan keberatan itu dengan sebuah sangkalan atas apa yang aku dakwakan. Jelasnya, jawaban seperti itu adalah tidak benar. Yang sebenarnya adalah bahwa wahyu suci dari Tuhan yang telah aku terima di dalamnya mengandung kata-kata sebagai
nabi dan rasul

Kata-kata tersebut ada di dalam wahyu-wahyu yang aku terima bukan hanya sekali atau dua kali, melainkan ratusan kali. Dalam menghadapi wahyu-wahyu ini, bagaimana pula jawaban itu dapat menjadi benar, bahwa perkataan-perkataan itu tidak pernah terjadi sama sekali? Mengingat pada masa ini jika dibandingkan dengan yang sebelumnya, kata-kata itu lebih sering terjadi dengan cara yang lebih cemerlang. Bahkan dalam Barahiin Ahmadiyya yang diterbitkan sekitar 22 tahun yang lalu, kata-kata tersebut banyak terdapat di dalamnya. Salah satu dari wahyu-wahyu yang diumumkan dalam Barahiin Ahmadiyya sebagai berikut:


HUWALLAZEE ARSALA RASOOLAHU BIL HUDAA WA DEENIL HAQQI LIYUZHIRAHU

yaitu “Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan agama yang benar, guna memenangkannya diatas agama-agama lainnya.” (Lihat hal. 498) Di dalam wahyu ini secara jelas aku telah dipanggil dengan nama rasul Juga di dalam kitab yang sama terdapat wahyu lainnya:

JARIYALLAH FI HALALUL ANBIYAA

yaitu “
Pahlawan Allah dalam pakaian nabi-nabi.”(Lihat hal. 504) Lagi, di dekat wahyu itu masih ada wahyu lainnya:

MUHAMMADUR-RASOOLULLAH WALLAZEENA MA'AHU ASHIDDAA' 'ALAL KUFFAARI RUHAMAA'U BAINAHUM yaitu,

Muhammad Rasulullah dan orang-orang yang besertanya keras terhadap orang-orang yang ingkar (kuffar), tetapi lemah lembut di antara mereka sendiri.” Dalam wahyu ini, aku telah dipanggil dengan nama Muhammad dan rasul Kemudian lagi pada halaman 557, kita temukan wahyu:

DUNYA MAIN AIK NAZEER AAYA

yaitu “Di dunia telah datang seorang nadzir (yaitu orang yang memberi kabar pertakut).” Dan dalam satu
qira’at yang lain:

DUNYA MAIN AIK NABI AAYA
yaitu
“Di dunia telah datang seorang nabi.”
Sama halnya di beberapa tempat lainnya dalam kitab
Barahiin Ahmadiyya aku telah disebut sebagai nabi dan rasul

Jika dikatakan bahwa Nabi Muhammad s.a.w. adalah
KHAATAMAN NABIYYIIN

(Meterai sekalian nabi), maka bagaimana bisa datang seorang nabi setelah beliau? Jawaban untuk ini adalah, tentu saja, tidak ada nabi baru atau lama yang dapat datang dalam arti sebagaimana yang kamu percayai mengenai kedatangan Nabi Isa a.s. (Yesus Kristus) dan kamu juga mempercayai kenabiannya serta kesinambungan wahyu yang diterima olehnya selama 40 tahun, lebih lama waktunya dari masa kenabian Rasulullah s.a.w. mendapat wahyu. Tidak diragukan lagi, kepercayaan dan akidah semacam itu memang durhaka betul. Dan ayat Al-Qur’an:

WA LAAKIR RASOOLULLAHI WA KHAATAMAN NABIYYIIN
yaitu
“akan tetapi ia adalah seorang Rasul Allah dan Meterai para nabi”serta Hadits

LA NABIYYA BA`DEE

yakni,
“tidak ada nabi sesudah aku [Muhammad s.a.w.]”
adalah bukti yang sempurna atas dusta dan kelirunya kepercayaan itu. Tetapi aku menentang keras kepercayaan itu dan percaya sepenuhnya kepada ayat Al-Qur’an
:
WA LAAKIR RASOOLULLAHI WA KHAATAMAN NABIYYIIN.
Dalam ayat ini tersimpan satu nubuatan
yang luput dari perhatian orang-orang yang menentangku. Adalah setelah diutusnya Nabi Suci s.a.w. ini, maka anugerah kenabian dari Tuhan akan tetap disembunyikan sampai hari akhir di dunia ini. Tidaklah mungkin bagi seorang manusia pun, apakah ia seorang Hindu, Yahudi, Kristen atau seseorang yang disebut Muslim untuk membenarkan penggunaan sebutan nabi bagi dirinya sendiri. Semua pendekatan kepada sebutan agung itu telah tertutup, kecuali satu, yaitu sirat-i-siddiqui [jalan shiddiqiya] yang sama artinya dengan meleburkan diri secara sempurna dengan penuh kecintaan kepada Rasulullah s.a.w. Dengan demikian, dia yang mencari kedekatan Tuhan melalui cara itu, akan dianugerahi jubah kenabian, yang tidak berarti apa pun kecuali sesuatu yang berasal dari milik kenabian Muhammad s.a.w. sendiri. Pendakwaan kenabian seperti itu tidaklah menyalahi kenabian Muhammad, hal itu dapat terjadi karena kenabiannya bukanlah secara mandiri atau pun berasal dari hidupnya sendiri. Ia mendapatkan semua kebaikan dalam dirinya bukanlah berasal dari dirinya sendiri melainkan dari Rasulullah s.a.w., sumber mata air semua rahmat. Oleh sebab itu kedudukannya sebagai nabi bukan untuk keagungan dirinya sendiri melainkan untuk kemuliaan dan kejayaan Nabi Muhammad s.a.w. Itulah sebabnya mengapa ia dikenal di langit sebagai Muhammad dan Ahmad. Walhasil ialah, bahwa kenabian Muhammad s.a.w. bagaimanapun juga kembali lagi kepada Muhammad s.a.w. dan tidak kepada orang lain. Seseorang yang mendakwakan kedudukan ini harus menyatakan semua kualitas yang ada pada dirinya adalah cerminan bayangan
(buruzi) dari Muhammad s.a.w. dan ia mengakui berhutang budi kepadanya. Dengan demikian ayat:

MAA KAANA MUHAMMADUN ABAA AHADIN MIR RIJAALIKUM WA LAAKIR RASOOLULLAHI WA KHATAM-AN NABIYYEEN

yaitu
“Muhammad bukanlah bapak salah seorang diantara laki-lakimu akan tetapi ia adalah Rasul Allah dan meterai sekalian nabi”
dapat ditafsirkan dengan:

LAISA MUHAMMADUN ABAA AHADIM MIR RIJAALUD DUNYAA WALAAKIN HUWA ABUR RIJAALUL AAKHIRATI LIANNAHU KHAATAMAN NA- BIYYEENA WA LAA SABEEL ILAA FAYOODULLA MIN GHAIRI TAUSATUH

yaitu
''Muhammad bukanlah bapak dari salah seorang laki-laki di dunia ini akan tetapi ia adalah bapak bagi laki-laki di alam akhirat karena ia adalah khaataman-nabiyyiin dan tidak ada jalan untuk memperoleh karunia-karunia Tuhan kecuali melalui perantaraannya.”

Singkatnya, kenabianku ini adalah karena dijadikannya aku Muhammad dan Ahmad, dan [ini] bukan karena keinginanku sendiri: Aku telah menerima kedudukan [nama] ini karena peleburan diriku yang sempurna bersatu dengan Nabi Muhammads.a.w. [fana fir-rasul],dan oleh karena itu makna

KHAATAMAN NABIYYIIN (Meterai sekalian nabi) sama sekali tidak terganggu dengan kedudukanku ini. Namun kedatangan seorang nabi yang mandiri seperti Nabi Isa a.s. (Yesus Kristus) pastilah akan menjadi berbeda artinya dengan makna itu,Harus pula diingat bahwa perkataan nabi itu secara harfiah berarti orang yang menyatakan mendapat pengetahuan tentang khabar ghaib dari Tuhan. Di mana pun definisi ini masih tetap berlaku, di sini pula dituntut akan adanya seorang nabi,dan seorang nabi semestinya haruslah seorang rasul Jika ia bukan seorang rasul, maka khabar
ghaib yang bersih tidak dapat dilimpahkan kepadanya karena menurut ayat ini dinyatakan sebagai berikut:

LAA YUZHARA 'ALAA GHAIBIHI AHADAN ILLAA MANIRTADAA MINAR RASOOL
yaitu
“Allah tidak membukakan rahasia-rahasia-Nya kepada siapa pun juga kecuali kepada rasul-Nya.”Jika kita mempercayai bahwa tidak ada nabi yang akan dibangkitkan setelah Nabi Muhammad s.a.w. dalam arti bahwa ia akan ber nubuat dan mengatakan kejadian-kejadian masa depan, maka dapat berarti tercabutnya wahyu dan kedekatan dengan Tuhan dalam umat Nabi Muhammad s.a.w., karena definisi nabi hanya dapat digunakan kepada seseorang yang melaluinya rahasia-rahasia dari khabar ghaib dilimpahkan kepadanya sesuai dengan ayat

LAA YUZHARA 'ALAA GHAIBIH
Demikian juga dengan seseorang yang diutus oleh Tuhan dinamakan sebagai rasul

Perbedaan di antara keduanya adalah, bahwa tidak akan ada nabi yang membawa syari’at dapat datang setelah Nabi Muhammad s.a.w.; demikian pula, tidak seorang pun dapat meraih pangkat kenabian tanpa melalui perantaraan Nabi Muhammad s.a.w. dan ia menyatukan diri seutuhnya kepada wujud Nabi Muhammad s.a.w.
[fana fir-rasul] sehingga ia di langit dikenal sebagai Muhammad dan Ahmad. Ia yang mendakwakan diri sebagai nabi tanpa memenuhi syarat-syarat ini adalah seorang kafir

Arti dari ungkapan

KHAATAMAN NABIYYIIN
(Meterai sekalian nabi) menuntut bahwa selama adanya usaha pemisahan diri dari Nabi Muhammad s.a.w. sehalus apa pun, siapa pun yang kemudian mendakwakan menjadi nabi akan dijuluki sebagai orang yang memecahkan (merusak) Meterai yang ada dalam ungkapan

KHAATAMAN NABIYYIIN
(Meterai sekalian nabi). Akan tetapi jika seseorang yang benar-benar telah bersatu meleburkan dirinya dalam
“khaataman nabiyyiin,”menghilangkan usaha pemisahan dirinya serta menjadi pantulan dari semua keindahan dan kesempurnaan Nabi Muhammad s.a.w. bagaikan cermin yang bersih, ia akan disebut nabi tanpa memecahkan [merusak] Meterai milik Nabi s.a.w., karena ia adalah cerminan gambar Muhammad dan Muhammad Saw sendiri dalam bentuk zhilli [bayangan].

Jadi, meskipun seseorang mendakwakan menjadi nabi serta mendapat sebutan Muhammad dan Ahmad sedikit pun tidaklah bertentangan dengan martabat dan kedudukan Nabi Muhammad s.a.w. sebagai

KHAATAMAN NABIYYIIN
(Meterai sekalian nabi) karena melalui peleburan diri yang sempurna bersatu dengan beliau s.a.w. [fana fir-rasul]

ia menjadi cermin dari Muhammad sendiri, gambar dirinya dan bahkan menyandang namanya. Tetapi Yesus Kristus (Nabi Isa a.s.) tidak dapat datang tanpa merusak Meterai milik Nabi s.a.w. karena kenabiannya adalah suatu bentuk kenabian yang berbeda. Dan, jika seorang pun tidak dapat meraih kenabian meski dalam arti menjadi buruzi[gambaran dan cerminan] Nabi Muhammad s.a.w., maka bagaimanakah ayat berikut ini dapat dijelaskan:

IHDINASSIRAATAL MUSTAQEEM SIRAAT ALLAZEENA AN'AMTA 'ALAIHIM
yakni
“tunjukkanlah kepada kami jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang telah engkau beri nikmat kepada mereka”
(QS.Al-Fatihah).
Hendaklah diingat bahwa aku tidak pernah ragu-ragu untuk mendakwakan kenabian dan kerasulanku menurut makna ayat itu. Adalah dalam makna ini pula Al-Masih yang Dijanjikan telahdisebut sebagai nabi dalam Hadits Shahih Muslim

Jikalau seseorang yang menyatakan mendapat khabar-khabar
ghaib dari Tuhan tidak berhak disebut sebagai nabi, maka dengan nama apakah ia akan disebut? Anggapan bahwa kata

MUHADDATS
adalah cukup untuk menjelaskan kedudukan ruhani seseorang, tidaklah didukung oleh kamus apa pun juga. Kata

TAHDITS
dalam bahasa Arab di dalam kamus apa pun tidaklah dijelaskan sebagai penguasaan dan pernyataan atas [terbukanya] rahasia-rahasia khabar ghaib
namun kata

NUBUWWAT
(Kenabian) mensyaratkan adanya suatu penguasaan atas rahasia-rahasia khabar ghaib Perkataan

NABI
adalah umum digunakan dalam bahasa Arab dan bahasa Yahudi. Dalam bahasa Yahudi kata

NABI
itu diambil dari kata

NABA
yang artinya adalah anugerah atas
nubuatan[khabar ghaib] yang diterimanya dari Tuhan.

Nabi
tidaklah mesti untuk mengemban atau membawa Syari’at baru.
Nabi hanyalah suatu anugerah Ilahi yang mana rahasia-rahasia khabar ghaib diwahyukan kepada seseorang.

Jadi, ketika aku sendiri telah menyaksikan sempurnanya penggenapan dari 150 buah khabar-khabar ghaib,maka bagaimana aku dapat menolak untuk menyebut diriku sebagai Nabi atau Rasul Allah? Allah Sendirilah yang telah memberikan nama-nama ini; siapakah aku ini yang berani menolak nama-nama itu atau mengapakah aku harus takut kepada orang yang menentang Tuhan?

Aku bersumpah dengan nama Tuhan yang telah membangkitkanku dan laknat-Nya akan jatuh kepada dia yang mengada-adakan dusta atas nama-Nya, bahwa Dia telah mengutusku sebagai
Al-Masih yang Dijanjikan ( Masih Mau’ud ). Dan keyakinanku atas terang benderangnya wahyu-wahyu yang aku terima sedikit pun tidaklah mengurangi keteguhan dan mengalahkan keyakinanku atas ayat-ayat suci Al-Qur’an dan kebenaran akan wahyu yang telah Tuhan berikan kepadaku menjadi sangat nyata dengan diiringi tanda-tanda-Nya yang telah Dia tampilkan secara berurutan. Dan tidak ada sedikit pun keraguan padaku bersumpah disisi Ka’bah atas nama Tuhan bahwa wahyu suci yang diturunkan kepadaku adalah merupakan firman Tuhan yang sama, yang dahulu telah Dia turunkan kepada Nabi Musa a.s., Nabi Isa a.s. dan Nabi Muhammad s.a.w. Bumi dan langit menjadi saksi atas kebenaran pendakwaanku. Bumi dan langit menyatakan bahwa aku adalah
Khalifatullah[Wakil Tuhan] di muka bumi ini. Namun, sebagaimana telah dikatakan dalam nubuatan

nubuatan
yang terdahulu, aku tentu akan ditolak oleh manusia. Orang-orang yang hatinya tertutup tentu tidak akan menerima aku. Tetapi aku tahu dan yakin bahwa Tuhan akan menolong aku, sebagaimana dahulu Dia selalu menolong rasul-rasul-Nya. Seorang pun tiada yang dapat melawan aku, sebab bantuan Tuhan tiada bersama mereka. Kapan pun dan di mana pun aku telah menolak disebut sebagai Nabi atau Rasul, hal ini hanya berarti bahwa dengan mendapatkan karunia keruhanian dari junjunganku yang mulia dan mendapatkan namanya, aku telah dianugerahi pengetahuan mengenai khabar-khabar ghaib. Tetapi aku ulangi lagi, bahwa aku tidak memperkenalkan atau membawa Syari’at baru dan aku tidak pernah menolak untuk disebut sebagai nabi dalam makna ini. Malahan dengan makna inilah Tuhan telah memanggilku dengan nama Nabi dan Rasul. Bahkan sampai sekarang pun aku tidak menolak untuk disebut sebagai Nabi dan Rasul dalam makna tersebut. Perkataanku:

MAN NAISTAM RASOOL-O-NIYAA WARDA AMM KITAAB
yakni

aku bukanlah seorang Nabi dan tidak membawa kitab, tidaklah mengandung arti lain kecuali aku bukanlah seorang nabi yang membawa Syari’at. Tentu saja, hal ini seyogyanya juga harus diperhatikan dan jangan pernah dilupakan, bahwa kendati pun aku disebut Nabi dan Rasul

Tuhan telah memberitahukan kepadaku bahwa aku tidak menerima semua karunia dan anugerah keruhanian ini secara mandiri dan tanpa perantaraan seseorang. Tidak; di sana yang tinggal di langit ada suatu wujud suci (Nabi Muhammad s.a.w.) yang melalui dukungan keruhaniannya semua karunia Tuhan telah dilimpahkan kepadaku. Adalah melalui perantaraannya dan setelah meleburnya seluruh wujudku ke dalam Nabi Besar s.a.w. itu [
fana fir-rasul] dan telah dikenal sebagai Muhammad dan Ahmad, memang aku ini adalah seorang

RASULdan NABI

yaitu aku telah diutus dengan membawa misi dan telah diberkati dengan kemampuan mengetahui khabar-khabar ghaib
Dengan jalan inilah pendakwaan kenabianku sedikit pun tidak mengganggu kedudukan Nabi Muhammad s.a.w. sebagai

KHAATAMAN-NABIYYIIN
(Meterai sekalian nabi), karena aku telah mendapatkan nama itu hanya dengan mencerminkan semua kesempurnaan Nabi Besar s.a.w. dalam diriku dan dengan meleburkan diriku sendiri dengan penuh kecintaan kepadanya. Jika ada orang yang merasa tersinggung karena di dalam wahyu-wahyu kepadaku ada menyebutkan bahwa aku ini seorang

NABI dan RASUL

maka orang itu tiada lain kecuali seorang yang bodoh, karena kenabian dan kerasulanku tidaklah menyalahi/merusak meterai, segel atau cap yang berasal dari Tuhan dengan cara apa pun juga. Jelaslah bahwa ketika aku menyatakan bahwa Tuhan telah memanggilku

NABI dan RASUL

dan para penentangku memiliki kepercayaan bahwa Nabi Isa a.s. (Yesus Kristus) akan datang ke dua kalinya dan menjadi seorang nabi setelah Nabi Muhammad s.a.w., tentang kedatangannya itu akan ada keberatan pula seperti halnya yang dikatakan kepadaku, yaitu merusak/mengganggu status Nabi Muhammad sebagai Meterai para nabi. Namun, apa yang aku kemukakan adalah, bahwa dipanggilnya aku sebagai

NABIdan RASUL

dalam arti kata yang sebenar-benarnya, setelah NabiMuhammad s.a.w. yang adalah

KHAATAMAN-NABIYYIIN
tidaklah ada sesuatu pun yang dapat menimbulkan keberatan dan tidak pula kenyataan ini dalam cara apa pun yang dimungkinkan dapat merusak/mengganggu kedudukan beliau s.a.w. sebagai

KHAATAMAN-NABIYYIIN
Berkali-kali aku katakan bahwa menurut ayat
Al-Qur’an:

WA AAKHAREENA MINHUM LAMMAA YALHAQOO BEHIM
yakni:
“Dan juga kepada kaum yang lain dari mereka yang yang belum berhubungan dengan mereka”(62:3). Aku adalah cerminan gambar sang

KHAATAMAN-NABIYYIIN
dan Muhammad sendiri dalam bentuk buruz
(bayangan). Dua puluh tahun yang lalu sebagaimana tersebut dalam

BRAHIIN AHMADIYYA
Tuhan menamakanku Muhammad dan Ahmad dan menyatakan kedatanganku menjadi kedatangan Nabi Muhammad s.a.w. sendiri. Oleh sebab itu, kenabianku sama sekali tidaklah bertentangan dengan status Nabi Muhammad s.a.w. sebagai

KHAATAM-AL-ANBIYYA
karena bayangan itu tidak dapat dipisahkan dari aslinya dan dalam makna kiasan [inilah] aku adalah sama dengan Muhammad. Adalah dengan cara itu Meterai/Cap dari

KHAATAMAN-NABIYYIIN
tetap utuh dan bayangannya beliau s.a.w. ada dalam diriku yang memantulkan segala atribut dan kesempurnaan Nabi Muhammad s.a.w. Seseorang yang telah mendakwakan kenabiannya secara mandiri, dengan cara yang lain dan terpisah dari beliau s.a.w. adalah tidak dapat dibenarkan. Jika kamu menolak saya, maka kamu menolak Hadits-Hadits dari Nabi Muhammad s.a.w. yang mengatakan bahwa Mahdi yang Dijanjikan akan menyerupai kekuatan fisik dan ruhani seperti junjungannya sedemikian rupa, bahkan ia akan dikenal dengan nama yang sama seperti nama yang dikenal bagi Nabi Muhammad s.a.w. yaitu, ia akan disebut dengan nama Muhammad dan Ahmad serta termasuk dalam kalangan
ahlul bayt nya.

Hal itu juga telah disebutkan dalam beberapa Hadits bahwa ia [Mahdi] berasal dari [keturunan] saya [Rasulullahs.a.w.].
Hadits ini merupakan suatu indikasi yang kuat dari suatu kenyataan bahwa ia (Mahdi yang Dijanjikan) akan memperoleh bagian dari Nabi Muhammad s.a.w. dan akan menjadi manifestasi beliau s.a.w. secara ruhani. Pernyataan aku ini selanjutnya terlihat ditemukan adanya kenyataan bahwa kata-kata yang digunakan Nabi Muhammad s.a.w. untuk menandakan hubungannya yang erat dan kesamaan beliau dengan Mahdi yang Dijanjikan – Beliau s.a.w. menyebutnya dengan namanya sendiri – jelas menunjukkan bahwa Nabi Muhammad s.a.w. menganggap Pembaharu yang Dijanjikan sebagai bayangan [ buruz] beliau s.a.w., sebagaimana:

Yoshua adalah buruz

Nabi Musa a.s. Tidaklah mesti buruz ini memiliki suatu hubungan darah, yaitu menjadi anak atau cucu, dengan orang yang digantikannya. Sepanjang adanya pertalian keturunan ruhani, hal itu merupakan suatu keadaan yang penting bahwa ia seharusnya menjadi suatu bagian dari orang yang digantikannya dan di antara ke duanya harus ada suatu hubungan timbal balik yang kekal dan saling berhubungan. Adalah sangat merendahkan Nabi Muhammad s.a.w. [jika orang berpikir] bahwa beliau telah mengabaikan aspek yang berhubungan dengan buruzi-nya yang memiliki pengertian yang jelas mengenai

BURUZ(bayangan) itu dan beliau mulai menekankan kenyataan bahwa buruzi-nya merupakan cucu keturunannya. Padahal, apakah hubungan antara cucu dengan buruz-nya?Jika hubungan ini sangat penting bagi seorang

BURUZ lalu mengapa Nabi Muhammad s.a.w. lebih suka memilih cucu, suatu pertalian [darah] yang jauh; anak seharusnya merupakan pilihan yang [lebih] alami. Tetapi firman Tuhan benar-benar telah menghilangkan kemungkinan Nabi Muhammad s.a.w. menjadi bapak bagi lelaki mana pun juga dalam arti jasmani, namun di sisi lain kedatangan seorang buruz telah dikhabarkan. Seandainya tidak ada buruz Nabi Muhammad s.a.w., lalu bagaimana murid-murid Orang yang Dijanjikan ini dapat disebut sebagai para sahabat Nabi Muhammad s.a.w. sebagaimana disebutkan dalam ayat

WA AAKHAREENA MINHUM
dalam
Al-Qur’an? Dan jika kamu menolak kemungkinan datangnya seorang buruz,berarti kamu mendustakan ayat Al-Qur’an ini.

Orang yang hanya mampu menafsirkan suatu pernyataan secara harfiah terkadang mengatakan bahwa Orang yang Dijanjikan itu adalah dari keturunan Hassan r.a. atau Hussain r.a., dan di waktu lain adalah dari keturunan Abbas r.a. Akan tetapi, yang dimaksud oleh nubuatan Nabi Muhammad s.a.w. itu adalah demikian:

bahwa dia (Orang yang Dijanjikan) itu hanyalah akan menjadi ahli waris beliau s.a.w., sebagaimana anak menjadi ahli waris bapaknya. Ia akan mewarisi kebesaran namanya, keutamaan kedudukannya, keluasan ilmunya dan ketinggian ruhaninya. Singkatnya, dirinya akan merefleksikan segala aspek kemuliaan dan ketinggian pribadi Nabi Muhammad s.a.w. Ia akan menganggap semua kelebihan ini bukan berasal dari dirinya, melainkan akan diakuinya sebagai pinjaman dari Nabi Muhammad s.a.w. dan dengan meleburkan dirinya secara sempurna kepada junjungannya, maka wajah cantik junjungannya akan ditampakkannya kepada dunia. Jadi, hanya dengan menjadi buruz Nabi Muhammad s.a.w. sajalah, ia akan mewarisi namanya, ilmu serta atribut keruhaniannya, dengan demikian ia[juga] akan mewarisi pangkat kenabian beliau s.a.w. Seorang buruz

tidaklah lengkap jika ia tidak menampilkan tiap keutamaan dan kesempurnaan model aslinya. Karena nubuat itu merupakan atribut dari seorang nabi, adalah sudah sewajarnya pula buruzi-nya memiliki atribut [nubuat]sebagaimana model aslinya.

Dalam soal ini semua nabi telah sepakat bahwa buruz
[bayangan] adalah merupakan gambar yang sempurna dari model aslinya sedemikian rupa, sehingga pengganti yang datang akan dikenal seperti nama yang sama seperti sebelumnya. Jadi, jelaslah bahwa hanya dalam suatu pengertian kiasanlah penggunaan nama Muhammad dan Ahmad oleh seorang ahli waris ruhaniah, tidaklah menunjukkan adanya dua Muhammad dan dua Ahmad, demikian pula halnya dengan pendakwaan kenabian sebagai buruz

sekali-kali tidaklah merusak kesucian Meterai/Cap dari

KHAATAMAN-NABIYYIIN,
karena buruz itu tidak dapat dianggap berbeda dan terpisah dari model aslinya. Dengan cara ini kenabian Muhammad s.a.w. tetap bersama Nabi Muhammad s.a.w. Para nabi sepakat bahwa tidak ada perbedaan antara keduanya. Kedudukan

BURUZ
(bayangan) ini digambarkan dengan sangat jelas dalam bait:

MAN TO SHUDM TOW MAN SHUDEE, MAN TAN SHUDAM

TO JAAN SHUDEE TAA KISS NAGWEED BA'D AZEEN, MAN DEEGARAM TO DEEGAREE
yaitu:
“aku menjadi engkau dan engkau menjadi aku. Aku menjadi tubuh dan engkau-lah jiwa. Supaya tak seorang pun mengatakan kemudian bahwa aku berbeda dari engkau.”Akan tetapi, jika Yesus Kristus (Nabi Isa a.s.) kembali ke dunia ini, ia tidaklah dapat berbuat banyak tanpa mengganggu Meterai/Cap dari

KHAATAMAN-NABIYYIIN

Singkatnya, perkataan
KHAATAMAN-NABIYYIIN
merupakan suatu Meterai/Stempel Ilahi
yang dicapkan di atas kenabian Muhammad s.a.w. Adalah tidak mungkin bahwa cap itu akan menjadi rusak. Namun, adalah sangat dimungkinkan Nabi Muhammad s.a.w. dapat datang ke dunia ini tidak hanya sekali atau dua kali bahkan beratus-ratus kali dalam wujud seseorang yang merefleksikan semua atribut Nabi Muhammad s.a.w. dan menjadi cerminan atau buruz
serta menampilkan sifat-sifat beliau lainnya dalam dirinya. Ringkasnya, ungkapan

KHAATAMAN-NABIYYIIN
juga merupakan suatu Meterai/Stempel
Ilahi pada kenabian.Keadaan menjadi buruz-nya Nabi Muhammad s.a.w. ini merupakan pangkat yang diberikan Tuhan, sebagaimana terlihat dengan jelas pada ayat:

WA AAKHAREENA MINHUM LAMMAA YALHAQOO 22
BEHIM
yaitu:
“Dan juga kepada kaum yang lain dari mereka yang belum berhubungan dengan mereka”(62:3). Para nabi tidak pernah cemburu terhadap buruzi-nya, karena buruz
itu pada akhirnya adalah cerminan rupa mereka dan membawa tanda cap/stempel mereka. Namun, secara alami mereka akan cemburu kepada yang bukan buruz-nya.

Lihatlah! Bagaimana Nabi Musa a.s. mengungkapkan kecemburuannya dan tidak dapat menahan air matanya ketika mengetahui Nabi Muhammad s.a.w. telah melampaui [kedudukan/derajat] nya pada suatu malam Mi’raj

Jadi, ketika Tuhan Sendiri berfirman kepada Nabi Muhammad s.a.w. bahwa tidak ada seorang nabi yang akan datang setelah beliau dan kemudian menyalahi janji-Nya dengan mengutus Nabi Isa a.s. (Yesus Kristus) – bagaimana sedih dan malunya Nabi Muhammad s.a.w. menghadapi kenyataan ini. Singkatnya, kenabian dalam bentuk buruz -nya Nabi Muhammad s.a.w., dalam cara apa pun tidaklah bertentangan dengan kenabian Muhammad s.a.w. dan juga tidak merusak martabat Nabi Muhammad s.a.w. sebagai

KHAATAMAN-NABIYYIIN
(Meterai para nabi). Akan tetapi, kedatangan seorang nabi mandiri yang mendapatkan kenabiannya secara mandiri [tidak berasal dari Nabi Muhammad s.a.w.] akan meruntuhkan fondasi Islam. Hal ini akan menodai Nabi Muhammad s.a.w., bahwa untukmenyelesaikan tugas besar menghancurkan dajjal(anti Kristus) akan dilakukan oleh Nabi Isa a.s., bukannya oleh Nabi Muhammad s.a.w. Adanya kenyataan itu – semoga Tuhan melindungi (na’udzubillah) menunjukkan kedustaan ayat:

WALAAKIR RASOOLULLAHI WA KHAATAMAN-NABIYYIIN
yaitu
“dan ia adalah Rasulullah dan Meterai para nabi”(33:40). Dan di dalam ayat ini ada suatu nubuatan yang tersembunyi bahwa suatu cap/meterai telah diletakkan di atas kenabian sampai hari kiamat dan kecuali seorang buruz Nabi Muhammad s.a.w., tidak seorang pun akan dianugerahi rahasia-rahasia Ghaib seperti [yang dianugerahi kepada] para nabi Tuhan. Dan sebagaimana aku adalah Orang yang Dijanjikan itu – yang ditakdirkan untuk menjadi cerminan sempurna Nabi Muhammad s.a.w. dan buruz-nya, untuk itulah kepadaku telah dikaruniakan kenabian yang hanya [dalam bentuk] suatu BURUZ(bayangan) dari Nabi Muhammad s.a.w. saja yang bisa didapatkan.

Sekarang, seluruh dunia tidak berdaya untuk menghalangi jenis kenabian yang telah di cap/meterai-kan ini. Seorang buruzi sejati Nabi Muhammad s.a.w. telah ditakdirkan hadir di Akhir Zaman dan ia telah hadir [untuk] menampilkan dalam dirinya semua kesempurnaan dan keunggulan Nabi Muhammad s.a.w. Saat ini, tidak ada jalan terbuka yang masih tersedia untuk diminum kecuali melalui pancuran mata air kenabian Muhammad s.a.w. ini.

Ringkasnya, kenabian yang seperti itu tidaklah merusak Meterai/Cap KHAATAMIYAT

Akan tetapi, datangnya Nabi Isa a.s. (Yesus Kristus) bukan hanya merupakan suatu penolakan dari ayat:

WA LAAKIR RASOOLALLAHI WA KHAATAMAN-NABIYYIIN
namun juga menyebabkan rusaknya Meterai/Cap itu. Adanya ajaran [doktrin] yang jelas tidak masuk akal dan tidak berdasar ini tidak mendapat dukungan dari Al-Qur’an Bagaimana doktrin ini dapat dimungkinkan ketika kepercayaan yang seperti itu berlawanan dengan ayat Al-Qur’an yang disebutkan di atas. Namun, datangnya seorang nabi yang mempercayai kenabiannya berasal dari Nabi Muhammad s.a.w. adalah didukung oleh Al-Qur’an Suci dan ayat

WA AAKHAREENA MINHUM
menjadi saksi bagi hal itu. Ayat ini juga berisi suatu isyarat yang indah, di mana ayat ini menyebutkan golongan [akhir] yang telah dianggap sebagai Sahabat-Sahabat (Nabi Muhammad s.a.w.), namun tidak dicantumkan secara khusus bahwa melalui perantaraan buruz itu, yakni melalui Masih Mau’ud,para muridnya dimasukkan di antara golongan para Sahabat dan mereka[golongan akhir] tidak dianggap seperti para Sahabat [awal] yang mendapatkan bimbingan ruhani [langsung] dari Nabi Muhammad s.a.w. Tidak adanya pencantuman ini menunjukkan secara khusus

bahwa buruz ini memiliki keadaan ruhani yang bergantung pada Nabi Muhammad s.a.w. dan kenabian serta kerasulannya yang merupakan suatu pinjaman, tidaklah mengganggu kedudukan Nabi Muhammad s.a.w. sebagai

KHAATAMAN-NABIYYIIN
Inilah sebabnya mengapa ayat itu memperlakukan buruz itu dengan tidak menyebutkannya dan membatasi penyebutannya hanya kepada Nabi Muhammad s.a.w. saja. Demikian pula dengan ayat:

INNA A'TAINAA KAL KAUTHAR
yaitu,
“sesungguhnya Kami telah menganugerahkan kepada engkau berlimpah-limpah kebaikan”– ada suatu nubuatan mengenai tampilnya seorang buruz yang akan dimanifestasikan pada zaman

KAUTHAR
(berlimpah-limpahnya kebaikan), memang demikianlah, air mancur keruhanian yang penuh berkah akan mulai mengalir dan kaum yang beriman dalam Islam akan berlimpah jumlahnya. Bahkan dalam ayat ini, penyebutan mengenai masalah [keturunan] jasmani telah diabaikan dan yang telah ditampilkan hanyalah suatu nubuatan

mengenai keturunan ruhani (dari Nabi Muhammad s.a.w.) Walaupun Tuhan telah menganugerahkan kehormatan ini kepadaku di mana mengalir darah Israil dan Fatimah dalam pembuluh darahku, namun aku lebih mengutamakan aspek hubungan ruhani dengan Nabi Muhammad s.a.w. Hubungan keruhanianku dengan beliau adalah suatu hubungan seorang
buruz(bayangan) dengan model aslinya.

Sekarang aku telah menjelaskan hal ini untuk menunjukkan bahwa para penentangku yang bodoh menuduhku karena aku mendakwakan memiliki kenabian dan kerasulan yang berdiri sendiri. Aku tidak pernah membuat pendakwaan seperti itu, dan juga aku tidak menyatakan diriku menjadi seorang
Nabi atau Rasul dalam pengertian seperti yang biasa mereka gunakan pada kata [nabi dan rasul] itu.

Akan tetapi aku adalah seorang Nabi dan Rasul dalam pengertian yang telah aku jelaskan di atas. Demikianlah, orang yang datang menuduhku dengan rasa dengki karena aku mendakwakan memiliki kenabian dan kerasulan seperti itu [berdiri-sendiri atau membawa Syari’at

maka ia menurutkan hati dan pikirannya dalam suatu kedustaan dan kekotoran. Aku adalah seorang Nabi dan utusan Tuhan karena aku adalah cerminan dari Nabi Muhammad s.a.w. serta buruzi-nya dan hanya berdasarkan hal inilah Tuhan telah menamaiku Nabi dan Rasul dalam bentuk

BURUZ
berkali-kali. Diriku sendiri tidak ada. Diriku telah diliputi Nabi Muhammad s.a.w. Itulah sebabnya aku dinamakan Muhammad dan Ahmad. Jadi, kenabian dan kerasulan Muhammad s.a.w. tetap beserta beliau dan tidak dialihkan kepada orang lain.

MIRZA GHULAM AHMAD, Qadian, 5 November 1901.
Selebaran ini aslinya ditulis dalam bahasa Urdu dan terbit pada tahun 1901. Selebaran ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Malik Ghulam Farid, M.A. dan muncul dalam majalah bulanan Review of Religions. Selebaran telah disalin dari versi yang diterbitkan oleh Sadr Anjuman Ahmadiyah, Qadian,pada tahun1974.
Terjemahan ke dalam bahasa Indonesia bersumber dari:
http://www.alislam.org/books/misunderstandingremoved.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger

art

art
rose

menara putih

menara putih
The White Minaret at Qadian

baihisti maqbarah

baihisti maqbarah
pekuburan ahmadiyyah

jamaah ahmadiyyah

jamaah ahmadiyyah
rabwah

ahmadiyyah

ahmadiyyah
jalza salanah

ahmadiyyah

ahmadiyyah
rabwah